Advertisements

Sejarah Masa Kerajaan Sriwijaya

Infokekinian.com – Kami akan memberikan informasi mengenai sejarah masa kerajaan sriwijaya yang akan kami bahas pada artikel dibawah ini, simak penjelasannya! Sepanjang masa lalu, Indonesia adalah salah satu negara kaya dengan beberapa kerajaan yang ada di Nusantara.

Keperkasaan berbagai kerajaan di Indonesia, maupun negara-negara lain. Inilah yang menunjukkan bahwa kerajaan-kerajaan di Indonesia pernah berjaya.

Salah satu kerajaan yang paling menonjol bagi Nusantara adalah sejarah masa Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan yang satu ini merupakan kerajaan yang terletak di pulau Sumatera.

Kerajaan besar yang satu ini memiliki pengaruh yang sangat signifikan, bagaimana tidak? Kerajaan Sriwijaya memiliki dampak yang signifikan tidak hanya di tanah Indonesia, tetapi juga di bagian lain Asia Tenggara.

Raja - Raja Kerajaan Sriwijaya

Sejarah Masa Kerajaan Sriwijaya

Pada zaman dahulu, kerajaan ini merupakan pusat penyebaran agama Buddha pada abad ke-8 hingga abad ke-12. Tidak hanya penting untuk penyebaran agama, tetapi juga berdampak signifikan pada perdagangan dunia karena pelabuhannya yang aktif.

Pada kenyataannya, Monarki juga merupakan satu-satunya kerajaan yang menguasai Selat Malaka sehingga memiliki hubungan komersial yang sangat erat dengan India, Cina, dan Kepulauan Malaysia yang pada waktu itu terkenal sebagai negara dengan dampak perdagangan yang signifikan.

Sri Jayanaga adalah penguasa pertama kerajaan, tetapi di bawah Balaputra Dewa Sriwijaya mencapai puncaknya.

Nama Sriwijaya memiliki makna yang lebih dalam dalam bahasa Sansekerta. Wijaya, di sisi lain, berarti “kemenangan” atau “kejayaan”, dengan Ari berarti “bersinar atau menyilaukan.”

Jadi, jika digabungkan, maka makna Sriwijaya sendiri adalah “kemenangan yang gemilang”. Makna kata Sriwijaya sendiri tentunya sejalan dengan kemegahan kerajaan yang dimilikinya.

Seperti yang telah ditetapkan sebelumnya, bahwa kerajaan yang satu ini merupakan kerajaan dengan pusat agama Buddha terbesar.

Buddhisme Vajrayana, Buddhisme Mahayana, Buddhisme Hinayana, dan Hinduisme semuanya dipraktekkan di  masa Kerajaan Sriwijaya. Ada sedikit agama Hindu dalam hal ini, tetapi tidak terlalu kuat.

Sedangkan bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Sriwijaya sendiri adalah bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sansekerta Jawa Kuno.

Membeli dan menjual koin emas dan perak adalah norma saat itu. Kerajaan Sriwijaya memiliki pemerintahan yang sangat baik karena diperintah oleh monarki.

Selain itu, dinasti yang berkuasa mampu memperluas pengaruh kerajaan di seluruh Asia Tenggara di bawah kepemimpinan mereka.

Keberhasilan menguasai perdagangan dan memiliki wibawa yang luas tentunya tidak lepas dari banyaknya raja-raja besar yang memerintah Kerajaan Sriwijaya.

Raja – Raja Kerajaan Sriwijaya

Berikut adalah beberapa penguasa terkenal dari Sriwijaya yang mampu membuat kerajaan memiliki otoritas yang sangat luas dan terhormat pada masanya.

Masa Raja Daputra Hyang

Raja Daputra Hyang adalah salah satu raja Sriwijaya yang mampu membantu kerajaan melebarkan sayapnya.

Penguasa Sriwijaya saat ini bahkan memiliki cita-cita untuk mengubah kerajaannya menjadi kekuatan maritim. Bahkan pada masa pemerintahannya, ia mampu menyebarkan kekuasaan Sriwijaya ke Jambi.

Catatan Raja Daputra Hyang ini ditemukan dalam Prasasti Kedukan Bukit (683 M) (683 M). Pada masa pemerintahannya, tentunya Raja Daputra Hyang memiliki pengaruh yang sangat besar.

Masa Raja Dharmasetu

Pada masa pemerintahan Raja Dharmasetu, Kerajaan Sriwijaya telah menyebar ke Semenanjung Malaya. Karena alasan inilah sebuah kerajaan memilih untuk hadir di wilayah Ligor.

Berbagai macam prestasi berhasil diraih oleh Raja Dharmasetu, seperti efektif menjalin hubungan dengan Cina dan India.

Dengan kerjasama tim ini, diketahui bahwa China dan India selalu singgah di pelabuhan Sriwijaya saat berlayar. Akibatnya, kerajaan menuai manfaat perdagangan sepenuhnya.

Masa Raja Balaputra Dewa

Raja yang mampu mengangkat Sriwijaya menjadi kerajaan terbesar saat itu adalah Balaputra Dewa. Raja yang satu ini menjabat pada abad ke-9.

Cerota dari Raja Balaputra Dewa sendiri berasal dari sebuah prasasti yang disebut Prasasti Nalanda.

Karena kepemimpinan Raja Balaputra Dewa yang luar biasa, Negara Sriwijaya menjadi kerajaan Buddha terbesar di Asia Tenggara.

Bahkan, ia mampu mengembangkan kerjasama yang sangat baik dengan berbagai kerajaan di India seperti Cola Kingdom dan Nalkamu.

Raja Samaratungga dan Dewi Tara, dari Kerajaan Sriwijaya, adalah orang tua dari Balaputra Dewa, seorang anggota dinasti Syailendra.

Karena prestasi dan kemampuannya dalam memerintah, Penguasa Balaputra Dewa menjadi raja yang membawa ketenaran Sriwijaya.

Masa Raja Sri Sudamaniwarmadewa

Raja Darmawangsa dari Jawa Timur menyerbu Sriwijaya pada masa pemerintahan Raja Sri Sudamaniwarmadewa, yang kemudian dikenal sebagai Raja Sri Sudamaniwarmadewa. Namun serangan yang dilancarkan itu dihentikan oleh tentara Sriwijaya.

Perdagangan Kerajaan Sriwijaya

Masa Raja Sanggrama Wijayattunggawarman

Pada masa pemerintahan Raja Sanggrama, diketahui bahwa Sriwijaya berada di bawah invasi Kerajaan Chola yang dipimpin oleh Raja Rajendra Chola.

Berbeda dengan penyerangan yang terjadi pada masa Raja Sri Sudamaniwarmadewa. Rupanya, tentara Sriwijaya tidak mampu mengusir gempuran dari Kerajaan Chola.

Hal inilah yang pada akhirnya berujung pada ditangkapnya Raja Sanggrama. Namun, di bawah pemerintahan Raja Kulotungga I dari Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman kemudian dibebaskan.

Mereka adalah penguasa terkenal yang membuat kerajaan yang satu ini menang dan hancur karena serangan dari negara lain. Lingkungan agama, budaya, perdagangan, dan pemerintahan Kerajaan Sriwijaya semuanya saling terkait.

Tentu saja, semua hal ini berperan dalam membantu monarki terbesar di nusantara ini naik ke puncak agungnya.

Alinea-alinea berikutnya membahas lebih jauh penyebab-penyebab kekuatan dan sejarah masa kerajaan sriwijaya yang luar biasa.

Agama dan Sosial Budaya Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya menjadi kerajaan yang sudah terkenal sebagai pusat pengajaran agama Buddha.

Menjadi pusat pengajaran agama Buddha ternyata mampu membantu Sriwijaya menarik banyak peziarah dan akademisi dari berbagai negara di Asia.

Di antara mereka adalah I Tsing, seorang biksu Tionghoa yang ketika belajar di India di Universitas Nalkamu, memperluas wilayahnya hingga mencakup pulau Sumatera.

Atisha, seorang cendekiawan Buddhis Bengali yang tiba pada abad ke-11, adalah tokoh penting lainnya. Dia adalah seorang sarjana Buddhis yang sangat penting dalam perkembangan Buddhisme Vajrayana di Tibet.

Kerajaan ini tidak diragukan lagi merupakan pusat studi Buddhis terbesar di Asia Tenggara ketika I Tsing datang dan mengklaim bahwa Kerajaan Sriwijaya adalah surga bagi para akademisi Buddhis.

Selanjutnya, pengunjung kerajaan melaporkan melihat koin emas ditukar dengan barang di pantai negara. Selain Mahayana dan Hinayana, lebih banyak aliran Buddha muncul di kerajaan ini.

Kehidupan budaya Kerajaan Sriwijaya juga sangat dipengaruhi oleh budaya India, selain kehidupan beragama. Hal ini didahului oleh agama Hindu yang kemudian diikuti oleh agama Buddha yang berkembang jauh.

Sejumlah penguasa Sriwijaya yang menguasai Kepulauan Melayu melalui perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-9 juga berdampak pada budaya dan bahasa Melayu di seluruh Nusantara, menurut penelitian.

Menjadi pusat komersial di Asia Tenggara, tentu saja memungkinkan Sriwijaya untuk berkolaborasi dengan pedagang dan intelektual di Timur Tengah. Akibat jatuhnya Kerajaan Sriwijaya, banyak kerajaan Islam berdiri di Sumatera.

Kenyataannya, ada sumber yang menyatakan bahwa banyak orang Arab yang mengunjungi Sriwijaya. Hal inilah yang mendorong Raja Sri Indrawarman masuk Islam pada tahun 718 M.

Sehingga sangat layak jika pada saat itu masyarakat sosial di Kerajaan Sriwijaya terdiri dari penduduk Muslim dan Budha pada saat yang bersamaan.

Penyebaran Islam di Sriwijaya didukung oleh surat berulang kali raja Sriwijaya kepada khilafah Islam di Suriah yang menyatakan kesediaannya agar da’I disampaikan ke istana Sriwijaya.

Surat tersebut kemungkinan ditulis kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz sekitar tahun 717M sampai 720M.

Perdagangan Kerajaan Sriwijaya

Selain sebagai pusat agama Buddha di Asia Tenggara, kebesaran Sriwijaya juga merupakan hasil dari kekuatan komersialnya. Kerajaan Sriwijaya menguasai Selat Sunda dan Selat Malaka, yang menjadi jalur komersial penting antara India dan Cina.

Kenyataannya, orang-orang Arab juga mengatakan bahwa Sriwijaya memiliki barang-barang yang berbeda untuk ditawarkan kepada pedagang seperti emas, timah, gading, pala, cengkeh, kapulaga, kapur barus, gaharu dan banyak lagi.

Tentunya banyak jenis barang yang dibutuhkan oleh para dealer. Tak heran, jika Kerajaan Sriwijaya memiliki kekayaan yang melimpah.

Sekarang, dengan uang yang dimilikinya, itu memungkinkan Sriwijaya untuk membeli kesetiaan dari berbagai pengikut di seluruh wilayah Asia Tenggara. Inilah alasan mengapa Sriwijaya memiliki pengaruh yang begitu besar di Asia Tenggara.

Selama kebangkitan dan kejatuhan dinasti Song dan Tang pada paruh pertama abad ke-10, perdagangan dengan seluruh dunia berlangsung cepat.

Akibatnya, negara-negara kaya dan kerajaan seperti Guangdong dan Kerajaan Nan Han tumbuh dalam kekuasaan.

Kerajaan Sriwijaya mampu menghasilkan banyak uang dari perdagangan ini sebagai akibat dari keadaan ini.

Politik Masa Kerajaan Sriwijaya

Selain agama dan perdagangan yang membantu Kerajaan Sriwijaya berkembang, ternyata kehidupan politik Kerajaan Sriwijaya juga memberikan dampak yang sangat besar.

Sriwijaya mempertahankan hubungan diplomatik dengan dinasti Cina untuk meningkatkan pengaruh regionalnya di Asia Tenggara.

Memang, terlihat dari senyumnya yang berseri-seri saat menghadirkan utusan dan pujian, hubungan diplomatik berjalan lancar.

Salah satu kekuatan Kerajaan Sriwijaya adalah Kerajaan Khmer. Sriwijaya memiliki cengkeraman yang kuat pada kerajaan sejak didirikan.

Bahkan para sejarawan percaya bahwa pembangunan klenteng Borom memiliki beberapa pengaruh Sriwijaya. Bangunan ini terinspirasi dari arsitektur Sriwijaya.

Sejumlah kerajaan lain, seperti Bengal’s Pala, menikmati hubungan baik dengan Sriwijaya.

Hal ini dibuktikan dengan penyebutan dari Prasasti Nalkamu bahwa Raja Balaputra Dewa menghadiahkan seekor hewan peliharaan kepada Universitas Nalkamu.

Kehidupan politik Kerajaan Sriwijaya tidak diragukan lagi sangat baik. Sriwijaya memiliki hubungan baik dengan Dinasti Chola di Selat Malaka, di samping bangsa dan kerajaan yang sudah terdaftar.

Sebuah prasasti Leiden mencatat afiliasi Sriwijaya dengan dinasti. Vihara Culamanivarmma didirikan oleh penguasa Sriwijaya, menurut catatan sejarah.

Namun, begitu Rajendra Chola I naik takhta, hubungan antara Chola dan Sriwijaya menjadi buruk. Ini terjadi pada abad ke-11 di bawah pemerintahan Balaputra Dewa.

Namun, di bawah pemerintahan Kulothunga Chola I, hubungan antara kedua kerajaan mulai membaik.

Raja Sriwijaya yang berada di Kadaram mengutus seorang duta besar yang ingin meminta komitmen dari proklamasi pembebasan pajak di wilayah sekitar Candi Culamanivarmma.

Akibatnya, Sriwijaya menjadi terkait dengan kerajaan Chola pada saat ini. Kulothunga Chola I, raja San-fo-ts’I pada tahun 1709, dilaporkan berkontribusi pada restorasi candi Kanton.

Agama dan Sosial Budaya Kerajaan Sriwijaya

Pemerintah Kerajaan Sriwijaya

Sebuah kerajaan pasti tidak jauh dari organisasi pemerintahan di dalamnya. Organisasi pemerintahan Kerajaan Sriwijaya sendiri dapat ditelusuri dari berbagai prasasti yang digali.

Dimana prasasti tersebut memuat berbagai macam informasi mengenai samaryyada, kadatun, mkamula, vanua dan bhumi.

Tempat yang harus cukup diamankan adalah kawasan datu (tanah rumah), tempat tinggal, tempat penyimpanan emas, dan tempat penyimpanan hasil cukai (drawy).

Nah, kadatun ini sendiri berbatasan dengan vanua yang juga dianggap sebagai bagian dari kota Sriwijaya.

Di dalamnya terdapat vihara dan digunakan untuk beribadah oleh masyarakat sekitar.

Kadatun dan Vanua sendiri juga merupakan wilayah vital bagi Kerajaan Sriwijaya.

Sementara itu, Samaryyada adalah wilayah yang terletak di seberang Vanua dan dihubungkan oleh jalan yang unik (Samaryyada-patha) dan dapat dikatakan sebagai salah satu daerah pedalaman.

Mandala, di sisi lain, adalah wilayah yang ada secara independen dari bumi tetapi masih di bawah otoritas gabungan kekuatan Sriwijaya. Maharaja atau Dapunta Hyang adalah gelar raja Kerajaan Sriwijaya.

Seiring dengan nama-nama ini datang orang lain dari keluarga kerajaan, seperti Yuvaraja (putra mahkota) dan kedua putranya: Pratishev (putra mahkota kedua) dan Rajakumar (putra mahkota ketiga) (pewaris berikutnya).

Berbagai bentuk struktur pemerintahan dan pos-pos di kerajaan tercatat dalam Prasasti Telaga Batu.

Karena ketenarannya, nama “Sriwijaya” telah menjadi kata rumah tangga di seluruh Indonesia. Pada kenyataannya, kota Palembang dan pulau Sumatera sangat erat kaitannya dengan nama keluarga Sriwijaya.

Salah satunya mengatasnamakan sebuah institusi ternama di Sumatera, yaitu Universitas Sriwijaya. Setelah Sriwijaya merdeka, lembaga ini mengambil nama sekarang pada tahun 1960.

Sriwijaya Post, Sriwijaya Air, Kodam II Sriwijaya, dan banyak entitas lain telah menggunakan nama Kerajaan Sriwijaya untuk tujuan mereka sendiri, di antaranya surat kabar di Palembang dan maskapai penerbangan di Jakarta .

Kesimpulan

Nah itulah beberapa infromasi mengenai bagaimana sejarah masa kerajaan sriwijaya dan kami juga menjelaskan bagaimana sejarah politik, pemerintah, kebudayaan, agama dan raja – rajanya. Semoga bermanfaat ya untuk kalian yang suka sejarah indonesia!