Advertisements

Dampak Perilaku Imitasi: Pengertian Dan Contohnya

Infokekinian.com – Imitasi merupakan perilaku meniru orang lain, yang tentunya dapat menimbulkan efek. Penasaran dengan apa saja dampak perilaku imitasi? Yuk, kita simak artikel ini hingga selesai.

Banyak faktor yang dapat terjadi sebagai katalisator interaksi sosial. Salah satunya adalah imitasi, yaitu meniru perilaku orang atau kelompok lain.

Lebih khusus, perilaku imitasi mengacu pada tindakan yang diambil oleh seseorang yang mempelajari perilaku baru tentang suatu perilaku dari melihat item lain dan kemudian mencoba untuk meniru perilaku itu.

Pengertian Imitasi

Dengan kata lain, imitasi tidak terjadi dengan sendirinya. Sebelum meniru atau meniru orang lain, seseorang harus terlebih dahulu menerima, mengagumi, dan menghormati subjek peniruan atau imitasi tersebut.

Dalam perilaku imitasi ini, segala sesuatu dapat ditiru, antara lain perilaku, cara hidup, penampilan, adat istiadat sosial, kepercayaan, dan ilmu pengetahuan.

Seseorang memperoleh pengetahuan tentang nilai dan standar masyarakat dengan meniru, atau sebaliknya, ia memperoleh pengetahuan tentang perilaku yang bertentangan dengan norma dan nilai yang diterima.

Semuanya didasarkan pada cita-cita yang lazim di sekitarnya. Seseorang secara alami akan meniru hal-hal yang baik dan berguna untuk hidupnya jika ia dibesarkan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang sangat baik.

Di sisi lain, seseorang yang tidak memiliki moral dan pedoman yang kuat akan meniru perilaku yang tidak diinginkan.

Pengertian Imitasi

Imitasi, juga dikenal sebagai meniru, adalah proses kognitif yang melibatkan penggunaan indera sebagai penerima input dan memasang kapasitas persepsi untuk memproses informasi dari rangsangan tersebut dengan kapasitas untuk bertindak untuk melakukan gerakan motorik.

Karena prosedur ini melibatkan bahasa dan menafsirkan pemikiran orang lain, prosedur ini membutuhkan kemampuan kognitif tingkat tinggi.

Imitasi sekarang sedang diselidiki dari berbagai sudut pandang ilmiah, termasuk antropologi, ekonomi, sosiologi, filsafat, psikologi, neurologi, ilmu kognitif, dan kecerdasan buatan.

Selain kemampuan manusia untuk berinteraksi sosial hingga penurunan budaya generasi berikutnya, hal ini terkait dengan peran imitasi dalam pembelajaran, khususnya pada bayi muda.

Menyatakan bahwa semua kehidupan sosial diinternalisasikan pada anak-anak berdasarkan unsur imitasi tidaklah berlebihan karena imitasi ini terkait dengan kehidupan sosial dalam kehidupan nyata.

Peniruan, kemudian, secara umum berbicara proses sosial atau aktivitas seseorang untuk meniru sikap, gaya hidup, atau bahkan milik orang lain.

Peniruan, di sisi lain, tidak terjadi secara alami; itu panggilan untuk penerimaan dan rasa hormat dari hal yang disalin.

Seseorang mengambil nilai dan norma sosial melalui peniruan, atau sebaliknya, ia mengambil tindakan yang bertentangan dengan norma dan nilai yang diterima. Pengamatan dan peniruan ini mengajarkan banyak hal kepada anak-anak dan orang dewasa.

Orang-orang menyalin perilaku yang mereka lihat pada orang-orang di sekitar mereka sebagai hasil dari pengamatan mereka, dan oleh karena itu perilaku itu berkembang.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Bandura (2006) bahwa respons yang dapat diamati harus dihubungkan dengan perilaku manusia.

Hasil dari pemantauan orang-orang di lingkungan mereka adalah perilaku ini. Anak-anak adalah peniru yang ahli, dan mereka terus-menerus memperhatikan perilaku yang ditampilkan di lingkungan mereka, terutama keluarga.

Berdasarkan beberapa pengertian imitasi tersebut di atas, dapat ditentukan bahwa imitasi adalah perilaku yang dibentuk oleh seseorang dengan meniru atau melihat bagaimana orang lain berperilaku dalam hal penampilan, sikap, perilaku, dan cara hidupnya.

Dalam hal ini, pengamatan langsung mengungkapkan bahwa anak-anak lebih sering menunjukkan perilaku meniru, terutama di lingkungan keluarga.

1. Kajian Psikologi Imitasi

Kajian Psikologi Imitasi

Penting untuk membedakan antara imitasi dan mimikri dan emulasi, tetapi dalam proses imitasi, orang menerapkan ide meniru suatu tindakan dengan memahami tujuannya dan dimotivasi oleh pencapaian tujuan (goal).

Teori belajar sosial Albert Bandura dan peniruan sering dikaitkan. Anak-anak diduga mengembangkan teori pikiran melalui peniruan perilaku orang lain dan persepsi masukan lingkungan selain peniruan.

2. Kajian Neurosains

Bukti neurologis bahwa imitasi itu penting berasal dari Giacomo Rizzolati dari Universitas Parma di Italia, yang menemukan sistem neuron cermin pada monyet kera pada tahun 1996.

Hewan dan manusia memiliki sistem saraf cermin, yang menyebabkan saraf mereka menyala ketika mereka melakukan suatu aktivitas atau melihat hewan atau orang lain melakukan tindakan yang sama.

Prekorteks otak menampung sistem saraf cermin (SSC). SSC ini memudahkan untuk menyalin tindakan orang lain dengan membantu memahami tindakan mereka.

Faktor dalam Melakukan Imitasi

Meskipun peniruan bukanlah proses alami, hal itu dapat dipengaruhi oleh pola pikir penerimaan terhadap apa yang dilihat. Beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:

1. Faktor Psikologis

Ada berbagai faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku meniru dan meniru, salah satunya adalah komponen kognitif.

Manusia berpikir tentang hal-hal dan menafsirkan pengalaman mereka dengan cara ini.

Komponen ini juga menjelaskan bagaimana melihat atau melihat model yang dilihatnya secara langsung atau tidak langsung dapat menghasilkan penciptaan perilaku yang baru dan kompleks.

Mussen dan Conger (1984) menegaskan bahwa peniruan mungkin timbul dari keinginan untuk meniru orang lain atau dari keinginan untuk terjadi tujuan tertentu.

Selama tiga tahun pertama kehidupan, sikap sebagian ditiru berdasarkan perkembangan kognitif anak, yang mendefinisikan tindakan mana yang dianggap anak sebagai kesulitan tetapi bukan ketidakmungkinan.

Insentif untuk meniru orang lain, sejauh mana emosi seseorang dipengaruhi oleh orang lain, dan keinginan untuk mencapai tujuan, semuanya menentukan siapa dan apa yang akan ditiru oleh anak muda.

2. Lingkungan Keluarga

Sejak orang tersebut masih kecil, peniruan telah ada dan berasal dari lingkungan rumah. Lingkungan keluarga, disusul lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat memiliki pengaruh paling besar terhadap anak.

Habitat terkecil adalah keluarga, yang diciptakan oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya.

Menanamkan nilai dan peraturan dari orang tua kepada anak melalui sosialisasi merupakan proses yang memberikan kontribusi bagi perkembangan sifat atau karakter anak.

Mendidik anak-anak muda tentang prinsip-prinsip ini, seperti faktor-faktor di balik perilaku keagamaan mereka. Anak-anak pada awalnya mengamati aktivitas orang tua mereka.

Ketika seorang anak menyukai sesuatu, mereka akan menirunya tanpa memahami mengapa mereka melakukannya, yang memberi mereka insentif untuk meniru.

Anak-anak yang mahir meniru secara alami mengalami hal ini karena mereka sudah memiliki minat dan cita-cita tetapi tidak mampu mengartikulasikannya dengan jelas.

Gerak dan perilaku anak adalah satu-satunya cara untuk mengamati minat dan keinginan mereka.

3. Media Massa

Dampak Perilaku Imitasi Media Massa

Peniruan akan terus menyebar ke setting yang lebih besar, yaitu masyarakat. Seiring berkembangnya media massa, termasuk program televisi, peniruan di masyarakat semakin cepat.

Karena dilihat terus-menerus dan berulang-ulang, media massa dapat ditambahkan sebagai kekuatan yang sangat berpengaruh di era komunikasi.

Tayangan adalah pesan atau kumpulan pesan yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan dan siap ditampilkan.

Pesan-pesan tersebut dapat berbentuk musik, gambar, atau karakter dan dapat bersifat interaktif.

4. Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya

Peniruan anak sangat dipengaruhi oleh interaksi sosial dan tekanan teman sebaya selain media. Keterlibatan teman sebaya sangat penting untuk proses interaksi, terutama dalam hal pemodelan perilaku religius.

Menurut Nurhayati (2007), interaksi teman sebaya memiliki peran yang signifikan dalam agama anak karena dua faktor berikut:

  1. Anak akan belajar melalui interaksi teman sebaya jika lingkungan akan menerima atau menolak perilaku mereka, yang telah dibuat berdasarkan standar keyakinan agama dalam keluarga
  2. Anak akan termotivasi oleh interaksi teman sebaya untuk hanya bertindak dengan cara yang sesuai dengan lingkungannya.

Dampak Imitasi

Menurut buku Sosiologi Ilmu Sosial Volume 1 Tim Mitra Guru tahun 2007, perilaku meniru memiliki dampak positif dan merugikan. Berikut adalah dampaknya:

1. Dampak Perilaku Imitasi Positif

Peniruan dapat memotivasi orang untuk mengikuti dan mematuhi standar atau hukum yang relevan untuk membangun lingkungan sosial yang harmonis, damai, stabil, dan teratur.

Misalnya meniru penampilan penyanyi ternama, menjalani gaya hidup sehat, dan lain sebagainya.

2. Dampak Perilaku Imitasi Negatif

Jika imitasi dapat membujuk seseorang untuk menentang standar atau aturan yang diterima, maka itu berdampak negatif.

Dalam situasi ini, imitasi dapat menghambat pertumbuhan kemampuan kreatif seseorang.

Misalnya, seseorang meniru gaya hidup musisi rock favoritnya dengan doping, memakai anting, dan lain-lain.

Tahap-Tahap Imitasi

Tahap-Tahap Imitasi

Peniruan juga dikenal sebagai proses pemodelan karena melibatkan meniru perilaku model. Ini berlaku untuk semua perilaku yang memiliki perilaku untuk ditiru.

Prosedur ini hanya digunakan untuk orang-orang tertentu, seperti orang-orang terkenal, orang-orang yang berkuasa, orang-orang sukses, atau orang-orang yang sering ditemui.

Peniruan sering dikaitkan dengan teori belajar sosial Bandura karena belajar sosial juga dikenal sebagai belajar observasional atau belajar dari model.

Yaitu proses belajar yang dihasilkan dari pengamatan, penguasaan proses belajar imitasi, dan meniru perilaku orang lain.

Proses imitasi melibatkan belajar untuk meniru atau model perilaku orang lain melalui pengamatan individu itu.

Menurut teori belajar sosial, orang belajar melalui pengamatan daripada pelatihan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, minat, perhatian, atau kekaguman terhadap orang lain sering kali menghasilkan perilaku meniru.

Faktor-faktor tersebut kemudian berkembang menjadi imitasi, yang dilakukan dalam langkah-langkah yang tercantum di bawah ini, menurut artikel Yolanda Bilqis Sherly yang diterbitkan dalam jurnal The Relationship Between Celebrity Worship and Imitation Behavior in Adolescents (2019):

1. Atensi

Memberi perhatian atau perhatian adalah tahap atau faktor yang utama. Artinya, seseorang didesak untuk fokus pada model atau barang tiruan terlebih dahulu untuk menyelesaikan tindakan imitasi.

Dari sana, ia dapat bertindak dalam perilaku yang mirip dengan objek yang disalin.

Jika suatu model diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung dan secara akurat terdapat ciri-ciri yang berkaitan dengan tindakan model tersebut, orang dapat belajar melalui observasi.

Dengan melihat, mendengarkan, dan memperhatikan orang lain, seseorang dapat memperoleh reaksi baru, membuat perhatian dalam situasi ini menjadi sangat penting.

Namun tidak setiap model yang ditampilkan akan menarik perhatian orang, seperti yang diketahui. Akibatnya, sangat penting untuk fokus dan lebih memperhatikan untuk menonton dan belajar dari model.

Teknik yang digunakan bervariasi tergantung pada orangnya; misalnya, anak-anak memusatkan perhatian secara berbeda dari orang dewasa.

Namun, secara umum, penghargaan dan penekanan dapat digunakan untuk meningkatkan perhatian dengan berfokus pada kualitas model, misalnya model memiliki daya tarik tertentu.

2. Retensi

Setelah mengamati aktivitas model, subjek melakukan proses retensi dengan mengingat model yang dilihat dalam pikirannya.

Namun, tidak semua data model akan benar-benar disimpan olehnya. Informasi yang menarik minat subjek dan menarik perhatian mereka biasanya disimpan.

3. Pembentukan Perilaku

Informasi yang telah dipelajari dan dihafal oleh subjek peniru model selanjutnya akan dikomunikasikan melalui tindakan atau perilaku.

4. Motivasi

Tahap terakhir adalah ketika Anda memiliki dukungan, yang dapat bertindak sebagai penguatan.

Untuk mendorong dan mempertahankan perilaku yang akan benar-benar terwujud dalam kehidupan sehari-hari, penguatan dapat digunakan sebagai motivator.

Contoh-Contoh Imitasi

Contoh-Contoh Imitasi

Berikut adalah beberapa contoh imitasi baik dan buruk yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu Anda lebih memahami apa itu imitasi:

1. Contoh Imitasi Positif

Berikut adalah contoh dari imitasi positif:

  1. Meniru selera mode idola
  2. Meniru teknik vokal penyanyi lain
  3. Tirulah teknik belajar siswa lain untuk meningkatkan nilai akhir
  4. Meniru strategi yang digunakan oleh klub basket ternama
  5. Seorang wanita akan meniru ibu-ibu lain yang mendidik anak-anaknya dengan baik
  6. Seorang siswa meniru perilaku gurunya, yang mengatur waktunya dengan disiplin.

2. Contoh Imitasi Negatif

Berikut adalah contoh dari imitasi negatif:

  1. Meniru pemuda dan pemudi yang terlibat dalam minuman keras dan pergaulan bebas
  2. Pembajakan hak cipta, plagiarisme, atau segala jenis meniru karya orang lain
  3. Meniru perilaku seseorang yang mengemudi terlalu cepat hingga mengganggu pengendara lain
  4. Meniru merokok
  5. Meniru gaya berpakaian yang menyimpang dari standar atau pedoman yang berlaku
  6. Menggunakan perangkat seluler saat di kelas dan belajar.

FAQ

Berikut kami telah merangkum beberapa pertanyaan yang biasa dipertanyakan:

Apa itu Imitasi dalam Interaksi Sosial?

Imitasi merupakan tindakan meniru orang lain, baik dalam tingkah lakum penampilan fisik, maupun sikapnya.

Apa Perbedaan antara Imitasi dan Identifikasi?

Imitasi merupakan tindakan meniriu orang lain, dalam penampilan, sikap, tingkah laku orang lain dengan secara berlebihan.

Sedangkan identifikasi, merupakan sikap yang kecenderungan ‘menjadi sama’ dengan orang lain.

Kesimpulan

Itulah sedikit informasi mengenai pengertian, faktor dan dampak perilaku imitasi, yang merupakan sikap meniru prilaku dari orang lain.

Dan dapat kita simpulkan, jika imitasi merupakan sebuah proses sosial seseorang yang meniru atau mengikuti perilaku dari orang lain.